Sifat Kalam: antara Aqidah Ahlus Sunnah, Jahmiyyah dan Asyariyyah (Bag. 3)
Perkataan Para Ulama Ahlus Sunnah tentang Penetapan Sifat Kalam
Imam Ahlus Sunnah, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah (wafat tahun 241 H)
‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahullah (putra Imam Ahmad) berkata,
سَأَلْتُ أَبِي رَحِمَهُ اللَّهُ عَنْ قَوْمٍ، يَقُولُونَ: لَمَّا كَلَّمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مُوسَى لَمْ يَتَكَلَّمْ بِصَوْتٍ فَقَالَ أَبِي: بَلَى إِنَّ رَبَّكَ عَزَّ وَجَلَّ تَكَلَّمَ بِصَوْتٍ هَذِهِ الْأَحَادِيثُ نَرْوِيهَا كَمَا جَاءَتْ
“Aku bertanya kepada ayahku tentang satu golongan yang berkata, “Ketika Allah Ta’ala berbicara dengan Musa, Allah tidaklah berbicara dengan suara?” Maka ayahku (yaitu Imam Ahmad bin Hanbal) berkata, “Justru sesungguhnya Rabbmu ‘Azza wa Jalla telah berbicara dengan suara. Inilah hadits-haditsnya yang kami riwayatkan sebagaimana datangnya.” (As-Sunnah, 1/280)
‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahullah juga berkata,
وَقَالَ أَبِي رَحِمَهُ اللَّهُ: «حَدِيثُ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ» إِذَا تَكَلَّمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ سُمِعَ لَهُ صَوْتٌ كَجَرِّ السِّلْسِلَةِ عَلَى الصَّفْوَانِ ” قَالَ أَبِي: وَهَذَا الْجَهْمِيَّةُ تُنْكِرُهُ وَقَالَ أَبِي: هَؤُلَاءِ كُفَّارٌ يُرِيدُونَ أَنْ يُمَوِّهُوا عَلَى النَّاسِ، مَنْ زَعَمَ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَتَكَلَّمْ فَهُوَ كَافِرٌ، أَلَا إِنَّا نَرْوِي هَذِهِ الْأَحَادِيثَ كَمَا جَاءَتْ
“Dan ayahku -semoga Allah merahmatinya- berkata, “Hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, (tentang sabda Nabi), “Jika Allah ‘Azza wa Jalla berbicara, maka terdengarlah suara-Nya seperti gesekan rantai besi di atas batu yang licin.” Ayahku berkata, “Hadits ini diingkari oleh Jahmiyyah.” Beliau berkata lagi, “Mereka itu (Jahmiyah) adalah kafir, mereka ingin mengelabui manusia. Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah tidak berbicara, maka dia telah kafir. Dan kami meriwayatkan hadits-hadits ini sebagaimana datangnya.” (As-Sunnah, 1/281)
Abu Bakr bin Al-Khallal Al-Marwazi rahimahullah berkata,
سمعت أبا عبد الله وقيل له : إن عبد الوهاب قد تكلم و قال : من زعم أن الله كلم موسى بلا صوت فهو جهمي عدو الله و عدو الإسلام، فتبسم أبو عبد الله وقال : ما أحسن ما قال عافاه الله
“Aku mendengar Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad), dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya Abdul Wahhab berbicara dan mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah berbicara kepada Musa tanpa suara, maka dia adalah pengikut Jahmiyyah, (mereka adalah) musuh Allah dan musuh Islam.” Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad) pun tersenyum dan berkata, “Betapa bagusnya ucapanmu, semoga Allah membaguskan dirimu.“ (Dikutip oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di Syarh Al-Ashfahaniyyah, hal 64; Dar’ut Ta’aarudh, 2/39 dan Al-Fataawa Al-Kubra, 5/165)
Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari (Imam Al-Bukhari) rahimahullah (wafat tahun 256 H)
Imam Bukhari rahimahullah berkata,
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَادِي بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مَنْ بَعُدَ كَمَا يَسْمَعُهُ مَنْ قَرُبَ، فَلَيْسَ هَذَا لِغَيْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ذِكْرُهُ. قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: ” وَفِي هَذَا دَلِيلٌ أَنَّ صَوْتَ اللَّهِ لَا يُشْبِهُ أَصْوَاتَ الْخَلْقِ، لِأَنَّ صَوْتَ اللَّهِ جَلَّ ذِكْرُهُ يُسْمَعُ مِنْ بُعْدٍ كَمَا يُسْمَعُ مِنْ قُرْبِ، وَأَنَّ الْمَلَائِكَةَ يُصْعَقُونَ مِنْ صَوْتِهِ، فَإِذَا تَنَادَى الْمَلَائِكَةُ لَمْ يُصْعَقُوا، وَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: {فَلَا تَجْعَلُوا لِلِّهِ أَنْدَادًا} فَلَيْسَ لِصِفَةِ اللَّهِ نِدٌّ، وَلَا مِثْلٌ، وَلَا يوجدُ شَيْءٌ مِنْ صِفَاتِهِ فِي الْمَخْلُوقِينَ
“Dan sesungguhnya Allah menyeru dengan suara yang bisa didengar oleh orang-orang yang berada di kejauhan sebagaimana yang didengar oleh orang-orang yang dekat. (Suara) seperti ini tidaklah mungkin ada untuk selain Allah. Dan ini adalah dalil bahwa suara Allah Ta’ala itu tidak sama seperti suara makhluk. Karena suara Allah didengar oleh orang-orang yang jauh sebagaimana yang didengar oleh orang yang dekat. Jika para malaikat mendengar suara Allah, maka mereka jatuh pingsan. Dan jika para malaikat saling memanggil di antara mereka, mereka tidak jatuh pingsan. Allah Ta’ala telah berfirman,
فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا
“Karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 22)
Maka tidak ada tandingan bagi sifat Allah, tidak ada yang menyamai, dan tidak ada satu sifat Allah pun yang terdapat pada diri makhluk.” (Kholqu Af’aalil ‘Ibaad, hal 137)
Perkataan Imam Bukhari rahimahullah di atas menunjukkan perbedaan antara suara Allah dengan suara makhluk, yaitu:
- Suara Allah didengar oleh orang-orang yang berada di kejauhan sebagaimana yang didengar oleh orang-orang yang dekat, berbeda dengan suara makhluk.
- Suara Allah jika didengar oleh malaikat, maka mereka pingsan. Namun, jika malaikat mendengar suara malaikat yang lain, mereka tidak pingsan.
Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Umar bin Suraij (Ibnu Suraij) rahimahullah (wafat tahun 303 H)
Ibnu Suraij rahimahullah berkata ketika menyebutkan sejumlah sifat Allah Ta’ala yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, beliau menyebutkan sifat al-maji’ (datang), al-ityaan (datang), dan sifat fauqiyyah (ketinggian), lalu beliau berkata,
وإثبات الكلام بالحرف، والصوت، وباللغات، والكلمات، والسور
“Dan menetapkan sifat kalam dengan huruf, suara, dengan bahasa, kalimat dan surat-surat.” (Dikutip oleh Ibnul Qayyim rahimahullah di Ijtima’ Al-Juyuusy Al-Islamiyyah, hal. 174)
Ibnu Suraij rahimahullah adalah salah satu guru dari Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullah (wafat tahun 324 H) di akhir kehidupannya. Sehingga Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullah pun kembali ke pangkuan aqidah ahlus sunnah.
Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali Al-Barbahari rahimahullah (wafat tahun 329 H)
Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata,
والإيمان بأن الله تبارك وتعالى هو الذي كلم موسى بن عمران يوم الطور وموسى يسمع من الله الكلام بصوت وقع في مسامعه منه لا من غيره، فمن قال غير هذا فقد كفر بالله العظيم
“Dan keimanan bahwa Allah Ta’ala, Dia-lah yang berbicara kepada Musa bin ‘Imran ketika di bukit Thur. Sedangkan Musa mendengar kalam Allah tersebut dengan suara yang dia tangkap melalui pendengarannya sendiri, bukan melalui yang lainnya. Barangsiapa yang mengucapkan selain (keyakinan) ini, sungguh dia telah kafir kepada Allah Yang Maha agung.” (Syarhus Sunnah, hal. 90)
Al-Qadhi ‘Ali bin ‘Ali bin Muhammad bin Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah (wafat tahun 792 H)
Beliau rahimahullah berkata ketika menyebutkan berbagai perselisihan manusia tentang sifat kalam menjadi sembilan pendapat, lalu beliau berkata setelah menyebutkan pendapat yang ke delapan,
وَتَاسِعُهَا: أَنَّهُ تَعَالَى لَمْ يَزَلْ مُتَكَلِّمًا إِذَا شَاءَ وَمَتَى شَاءَ وَكَيْفَ شَاءَ، وَهُوَ يَتَكَلَّمُ بِهِ بِصَوْتٍ يُسْمَعُ، وَأَنَّ نَوْعَ الْكَلَامِ قَدِيمٌ وَإِنْ لَمْ يَكُنِ الصَّوْتُ الْمُعَيَّنُ قَدِيمًا، وَهَذَا الْمَأْثُورُ عَنْ أَئِمَّةِ الْحَدِيثِ وَالسُّنَّةِ
“Yang ke sembilan, sesungguhnya Allah Ta’ala terus-menerus memiliki sifat berbicara (tidak bisu, pen.). (Allah berbicara) jika Allah menghendaki, kapan saja Allah kehendaki, dan dengan bahasa apa saja yang Alllah kehendaki. Allah berbicara dengan suara yang bisa didengar. Allah memiliki sifat berbicara sejak zaman azali (qadim) (berbeda dengan manusia yang baru bisa berbicara pada umur tertentu setelah sebelumnya belum bisa bicara, pen.), meskipun suara Allah ketika berbicara tidak qadim (insidental, karena Allah berbicara kapan saja yang Allah kehendaki, pen.). Inilah yang pendapat yang diriwayatkan oleh para imam ahli hadits dan para imam ahlus sunnah.” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, 1/168)
Kami mencukupkan diri untuk menyebutkan perkataan para ulama ahlus sunnah di atas, untuk menghindari panjangnya tulisan ini. Akan tetapi, kutipan-kutipan di atas sudah menunjukkan satunya aqidah mereka dalam memahami sifat kalam Allah.
[Bersambung]***
Diselesaikan di malam hari, Rotterdam NL, 22 Rajab 1439/9 April 2018
Penulis: M. Saifudin Hakim
Catatan kaki:
[1] Pembahasan ini disarikan dari kitab (dengan sedikit penambahan): Al-Asyaa’iroh fil Mizaani Ahlis Sunnah karya Syaikh Faishal bin Qazar Al-Jaasim, penerbit Al-Mabarrat Al-Khairiyyah li ‘Uluumi Al-Qur’an was Sunnah Kuwait cetakan ke dua tahun 1431, hal. 513-523.Kutipan-kutipan perkataan para ulama ahlus sunnah dalam tulisan di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut, ditambah dengan pengecekan melalui software Maktabah Asy-Syamilah.
🔍 Arti Nifaq, Ibnu Taimiyah Bogor, Tidak Sholat Tapi Berbuat Baik, Gambar Cinta Kepada Allah, Berprasangka Baik Dalam Islam
Artikel asli: https://muslim.or.id/38721-sifat-kalam-antara-aqidah-ahlus-sunnah-jahmiyyah-dan-asyariyyah-03.html